Pembeli
adalah raja, atau penjual adalah raja? Sobat Grosir Kaos Distro Bandung mungkin pernah mendengar istilah
tersebut, bahkan juga ikut mengiyakan salah satunya. Secara sepintas, istilah
tersebut benar.
Tapi jika pembeli adalah raja, lantas apa penjualnya apa dong? Budak, pelayan, atau apa. Istilah tersebut lantas memosisikan kita sebagai penjual mati matian melayani pembeli meskipun tak sedikit pembeli yang hanya tanya tanya dan ngepoin kita.. sakit deeeeeh. awal bisnis 3 tahun silam, kami pun pernah melakukan kesalahan ini lhoo.
Tapi jika pembeli adalah raja, lantas apa penjualnya apa dong? Budak, pelayan, atau apa. Istilah tersebut lantas memosisikan kita sebagai penjual mati matian melayani pembeli meskipun tak sedikit pembeli yang hanya tanya tanya dan ngepoin kita.. sakit deeeeeh. awal bisnis 3 tahun silam, kami pun pernah melakukan kesalahan ini lhoo.
Atau
yang kedua, penjual adalah raja adalah sebaliknya. Pembeli yang beli harus ada
salam kendali kita. Semua system penjualan telah disediakan, tak ada tawaran
harga, system jual beli murni antara pembeli dengan penjual.
Dengan system ini, kita memang tak ribet, tapi tak sedikit pembeli yang kabur karena hubungan penjual dan pembeli kayak robot, kaku, dan hubungannya jual beli murni. Kita hanya disatukan oleh barang.
Dengan system ini, kita memang tak ribet, tapi tak sedikit pembeli yang kabur karena hubungan penjual dan pembeli kayak robot, kaku, dan hubungannya jual beli murni. Kita hanya disatukan oleh barang.
Hubungan
yang kaku di atas terjadi karena tidak ada emosi yang nyambung. Penjual focus menjual
produk agar dapat pemasukan, pembeli focus memenuhi yang benar benar
diinginkan. Nah,, ketemu kan akar masalahnya.
Jadi, bagaimana cara menjalin hubungan yang baik penjual dan pembeli?
Untuk
menjawabnya, mari kita check satu satu indikasi hubungannya di bawah ini.
1. Penjualan yang gagal yang paling
sering bukan karena barangnya jelek, tapi pembeli tidak menangkap informasi
utuh bahwa barangnya bagus.
2. Penjualan hanyalah dampak, yang paling
pokok adalah menjawab kebutuhan pembeli.
3. Pembeli tidak butuh fitur, mereka
butuh manfaat
4. Orang lebih sering bicara untuk
menyampaikan kelebihan, tapi jarang yang lebih banyak mendengar untuk menjawab
kebutuhan
5. Dalam penjualan, 20% yang sukses menggunakan
logika, 80% yang sukses menggunakan emosi.
Jadi,
bagaimana Sobat, sudah menemukan inti masalahnya???
Ya,,
jawabannya adalah hearing (mendengar kebutuhan pembeli). Hubungan antara pembeli
dan penjual bukanlah hubungan raja-budak, atau raja-pelayan, tapi hubungan yang
baik adalah hubungan yang setara dengan prinsip saling terbuka, saling percaya,
dan saling memberi manfaat. Maka, hubungan di antara keduanya adalah mitra, pembeli
dan penjual adalah setara.
Bagaimana cara melakukan hearing?
Pertama,
mengetahui kebutuhan pembeli. Hal ini merupakan hal paling mendasar. Seperti pasien
yang dating ke dokter, tugas dokter pertama adalah menanyakan apa kendalanya,
bukan ini resep obatnya yang paling bagus, murah, dan mujarab.
Kebutuhan
pembeli itu ada yang beli produk buat dipake sendiri, ada yang buat jualan.
Yang buat jualan pun ada yang sudah mahir berjualan, ada yang masih Tanya-tanya
cara penjualannya. Dalam konteks itulah penjual perlu kepekaan dalam memahami
karakter pembeli. Tugas pertama, bukan menjual, tapi memahami kebutuhan.
Kedua,
menyambungkan emosi/ perasaan. Caranya, Tanya pembeli yang jawabannya ada di toko
kita. Dengan 3 kali dia menjawab iya, secara psikologis dia telah menyetujui
keberadaan kita sebagai alternative jawaban atas kebutuhannya.
Anda betuuuul.
|
Ketiga,
tawarkan manfaat. Jelaskan kenapa alasan kita layak menjadi jawaban dia, bahkan
satu satunya. Manfaat dan kelebihan bias berupa harga termurah, kualitas
terbaik, pengiriman tercepat, pelayanan terramah, koleksi terlengkap, dan
lain-lain.
Keempat,
sertakan bonus, testimoni, diskon, cach back, dan keunggulan lainnya yang hanya
ada di kita jawabannya. Dengan menyertakan hal ini, kita telah menjawab 3
pertanyaan pembeli, yaitu, kelebihan harga, kualitas, galeri, pengiriman,
bonus, dan testimoni. Mereka lebih percaya pembeli lain yang pernah beli dan
menggunggulkan kita, ketimbang penjual sendiri.
Kelima,
jika semua kebutuhan telah terjawab, maka ajak agar beli sekarang juga. Prinsipnya,
now or never. Sesuatu yang ditunda tunda biasanya akan terbang dibawa angin. Jika
pun pembeli belum punya modal, bikin alternatif seperti beli sample, atau minta
follow up pada waktu yang dia tentukan. Catatan penting: pembeli butuh
teredukasi dan terjawab kebutuhannya, bukan memaksa agar dia membeli produk. Salah
memandang hal ini, akan salah dalam membangun hubungan mitra.
Bagaimana dengan pembeli yang Pergi??
Banyak
lho pembeli yang sekali beli 2 kali
beli, tiba-tiba menghilang.. memang beda beda alasannya, karena cape jualan gak
laku, barang lain lebih menjanjikan, dan lain-lain. Salahnya lagi, kita juga
sama membiarkan dia berjuang sendiri dan melepaskannya.
Transaksi
adalah awal bisnis, bukan akhir.
Setelah
Mendengar Pembeli, Langkah Kedua adalah Bantu Pembeli. Bagaimana
kita mau bantu saat kita tidak tahu kendala. Ini juga penting. Komunikasi bias dibangun
terus, Tanya kabar, Tanya testimoni, kasih tips tips, kasih galeri terbaru, dan Tanya perkembangan.
Ada
juga lho pembeli yang malu konsultasi karena belum beli lagi. Saat pembeli
begitu, kasian kaan dia kebingungan. Caranya, Tanya, atau minta dia Tanya. Jika
ingin lebih sama-sama nyaman, sediakan kontak layanan pembeli, khusus buat
konsultasi, saran, kritik, masukkan, usulan, dan lain-lain.
Saya
juga mengamati kenapa di perusahaan-perusahaan besar, selalu memiliki layanan pembeli.
Jawabannya yang tadi itu, hearing. Bagi perusahaan mendapatkan masukan. Bagi pembeli
pembeli dinilai telah merawat hal hal penting pembeli.
Jadi,
sudah ada gambaran kan bagaimana cara merawat hubungan pembeli dan penjual. Semoga
bermanfaat. Jika ada hal yang ingin ditanyakan, silakan komentari di kolom di
bawah ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar